Kali
ini aku mau share 3 pertanyaan yang membuatku penasaran tentang novel The Way I
Used To Be karya Amber Smith. Sebuah novel yang mengangkat tema pelecehan
seksual anak di bawah umur. Karakter utama Eden yang kehidupannya berubah
drastis karena pemerkosaaan. Isu pemerkosaan ini memang bukan novel pertama yang
aku baca, namun penulis memfokuskan terhadap trauma yang menimpa Eden. Review lengkapnya
cek di sini.
Berikut ini untuk sesi tanya-jawab dengan penulis >>
ini aku mau share 3 pertanyaan yang membuatku penasaran tentang novel The Way I
Used To Be karya Amber Smith. Sebuah novel yang mengangkat tema pelecehan
seksual anak di bawah umur. Karakter utama Eden yang kehidupannya berubah
drastis karena pemerkosaaan. Isu pemerkosaan ini memang bukan novel pertama yang
aku baca, namun penulis memfokuskan terhadap trauma yang menimpa Eden. Review lengkapnya
cek di sini.
Berikut ini untuk sesi tanya-jawab dengan penulis >>
1. Why
do you choose this theme? About teens rape.
do you choose this theme? About teens rape.
Sexual violence is a
lived reality for so many young people, yet there’s still so much silence
surrounding this issue. From the perspective of my main character, Eden, I saw
a chance to really explore what that silence means and feels like—and
ultimately, what it might take to break that silence.
lived reality for so many young people, yet there’s still so much silence
surrounding this issue. From the perspective of my main character, Eden, I saw
a chance to really explore what that silence means and feels like—and
ultimately, what it might take to break that silence.
(Kekerasan
seksual ada di kenyataan bagi anak-anak muda, tapi ada banyak kebungkaman
mengelilingi isu ini. Dari perspektif tokoh utama, Eden, aku melihat sebuah
kesempatan untuk mengeksplorasi apa arti kebungkaman itu dan bagaimana rasanya—dan
akhirnya, apa yang harus dilakukan untuk memecahkan kebungkaman itu.)
seksual ada di kenyataan bagi anak-anak muda, tapi ada banyak kebungkaman
mengelilingi isu ini. Dari perspektif tokoh utama, Eden, aku melihat sebuah
kesempatan untuk mengeksplorasi apa arti kebungkaman itu dan bagaimana rasanya—dan
akhirnya, apa yang harus dilakukan untuk memecahkan kebungkaman itu.)
2. I love how you describe Eden as if
she is a real person. Why did you choose her to be someone we don’t agree with
her choices, but also care for her? How did you come up with her character?
she is a real person. Why did you choose her to be someone we don’t agree with
her choices, but also care for her? How did you come up with her character?
Thank you! I’m always
drawn to characters who are flawed and struggle to figure how to make good
choices, because that’s how we all are—nobody is perfect, and no one can know
for sure how they will react in a certain situation. I really wanted to show
Eden as someone readers would have compassion for, not because she does all the
right things, but because she’s learning and growing, figuring how to become
the person she wants to be.
drawn to characters who are flawed and struggle to figure how to make good
choices, because that’s how we all are—nobody is perfect, and no one can know
for sure how they will react in a certain situation. I really wanted to show
Eden as someone readers would have compassion for, not because she does all the
right things, but because she’s learning and growing, figuring how to become
the person she wants to be.
(Terima
kasih! Aku selalu tertarik pada karakter yang memiliki kekurangan dan berjuang
untuk membuat pilihan yang tepat, karena itulah kita semua—tidak ada yang
sempurna dan tidak ada yang tahu dengan pasti bagaimana mereka akan bereaksi
pada situasi tertentu. Aku ingin menunjukkan bahwa Eden adalah orang yang
membutuhkan perhatian, bukan karena dia melakukan hal yang benar, tapi karena
dia belajar dan berkembang, mencoba mencari tahu dia ingin menjadi orang
seperti apa.)
kasih! Aku selalu tertarik pada karakter yang memiliki kekurangan dan berjuang
untuk membuat pilihan yang tepat, karena itulah kita semua—tidak ada yang
sempurna dan tidak ada yang tahu dengan pasti bagaimana mereka akan bereaksi
pada situasi tertentu. Aku ingin menunjukkan bahwa Eden adalah orang yang
membutuhkan perhatian, bukan karena dia melakukan hal yang benar, tapi karena
dia belajar dan berkembang, mencoba mencari tahu dia ingin menjadi orang
seperti apa.)
3. I believe this is your debut novel.
How do you feel about this, and even this book managed to enter the New York
Times Bestseller list!
How do you feel about this, and even this book managed to enter the New York
Times Bestseller list!
Yes, The Way I Used to Be is my debut novel!
Sometimes I still can’t believe it—there was a time when it looked like this
book was never going to see the light of day. But then the stars aligned, and
the book ended up being released at a time when people were becoming much more
aware and more willing to have discussions about sexual violence. And now my
book is even being translated in places I’ve always dreamed of visiting, like
Indonesia—it is more than I ever imagined! J
Sometimes I still can’t believe it—there was a time when it looked like this
book was never going to see the light of day. But then the stars aligned, and
the book ended up being released at a time when people were becoming much more
aware and more willing to have discussions about sexual violence. And now my
book is even being translated in places I’ve always dreamed of visiting, like
Indonesia—it is more than I ever imagined! J
(Iya.
The Way I Used to Be adalah novel debutku. Kadang, aku masih tidak
memercayainya—ada saatnya kupikir buku ini tidak akan pernah bisa menatap sinar
matahari. Tapi kemudian, semua bintang-bintang berjajar untukku, dan buku ini
akhirnya bisa dirilis di saat orang-orang mulai sadar dan mau berdiskusi
tentang kekerasan seksual. Sekarang, bukuku bahkan diterjemahkan di
tempat-tempat yang ingin aku kunjungi—termasuk Indonesia! Ini lebih dari yang
bisa kubayangkan!J)
The Way I Used to Be adalah novel debutku. Kadang, aku masih tidak
memercayainya—ada saatnya kupikir buku ini tidak akan pernah bisa menatap sinar
matahari. Tapi kemudian, semua bintang-bintang berjajar untukku, dan buku ini
akhirnya bisa dirilis di saat orang-orang mulai sadar dan mau berdiskusi
tentang kekerasan seksual. Sekarang, bukuku bahkan diterjemahkan di
tempat-tempat yang ingin aku kunjungi—termasuk Indonesia! Ini lebih dari yang
bisa kubayangkan!J)
Bagaimana? Ada yang memiliki
pertanyaan seperti yang aku lontarkan di atas? Sudah puas dong dengan jawaban
penulis. Kalau belum, teman-teman bisa cek pertanyaan lainnya di blog host novel The Way I Used To Be.
pertanyaan seperti yang aku lontarkan di atas? Sudah puas dong dengan jawaban
penulis. Kalau belum, teman-teman bisa cek pertanyaan lainnya di blog host novel The Way I Used To Be.
Btw, Aku setuju dengan pendapat penulis tentang manusia itu tidak memiliki
kesempurnaan. Seperti yang terjadi dengan Eden, juga reaksi teman-teman di
sekolahnya terhadap Eden.
kesempurnaan. Seperti yang terjadi dengan Eden, juga reaksi teman-teman di
sekolahnya terhadap Eden.
Untuk penulis ditunggu kunjungannya
ke Indonesia. Karya terbarunya juga bakalan terbit loh di bulan februari 2018.
Semoga Penerbit Spring menerjemahkan karya selanjutnya.
ke Indonesia. Karya terbarunya juga bakalan terbit loh di bulan februari 2018.
Semoga Penerbit Spring menerjemahkan karya selanjutnya.
Terima kasih banyak untuk penulis
atas jawabannya. Juga, terima kasih banyak untuk Penerbit Spring atas
kesempatan berharga ini. Semoga kedepannya bisa kerjasama lagi.
atas jawabannya. Juga, terima kasih banyak untuk Penerbit Spring atas
kesempatan berharga ini. Semoga kedepannya bisa kerjasama lagi.
PROFIL
PENULIS
PENULIS
Photo by : Deborah Triplett
Amber Smith
besar di Buffalo, New York dan sekarang tinggal di Charlotte, North Carolina
bersama dua ekor anjing kesayangannya. Memicu pada hasrat seumur hidup Amber
pada art, stor dan creative expression, membuatnya lulus dari sekolah seni
dengan BFA pada lukisan dan menyelesaikan magisternya di Art Story.
besar di Buffalo, New York dan sekarang tinggal di Charlotte, North Carolina
bersama dua ekor anjing kesayangannya. Memicu pada hasrat seumur hidup Amber
pada art, stor dan creative expression, membuatnya lulus dari sekolah seni
dengan BFA pada lukisan dan menyelesaikan magisternya di Art Story.
Amber,
selain menghabiskan waktunya dengan melukis di studio dan menjadi konsultan
seni, dia juga senang membaca dan menulis dengan topik sejarah seni dan modern serta
seni kontemporer.
selain menghabiskan waktunya dengan melukis di studio dan menjadi konsultan
seni, dia juga senang membaca dan menulis dengan topik sejarah seni dan modern serta
seni kontemporer.