menjaga langkah, apalagi bagi perempuan seperti dirinya. Tapi Mace, sang
menantu, belum bisa melupakan trauma masa lalu. Sementara Leksi, cucu kesayangan
Mabel, masih suka semaunya sendiri. Beruntung ada Pum dan Kwee yang bisa
diandalkan. Bersama keduanya, si kecil Leksi belajar menjalani hidup yang keras
di Tanah Tabu.
tetap kuat. Jangan menyerah. Terus berjuang demi anak-cucu kita. Mereka harus
mendapatkan kehidupan yang lebih baik.”
ini enak dibaca dan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi…
dunia rasional dan fantasi.
Tempo
Tabu menyapa pembaca dengan narasi-narasi kritis tentang perempuan,
kapitalisme, patriarki, dan kekuasaan.
Merdeka
Tanah Tabu adalah tanda seru dan tanda tanya untuk semua pihak agar
memerkarakan Papua yang mesti bebas dari derita dan tragedi.
Indonesia
ini didedahkan dengan bahasa yang sangat menggelitik, atraktif, sekaligus
inspiratif.
Jakarta
Tabu merefleksikan sekaligus merayakan gugatan terhadap berbagai problematika
yang merundung Papua.
Post
Tanah Tabu seperti kelereng zamrud di atas nampan keramik putih.
Cemerlang.
“Kalau anjing setia kepada tuannya dan kucing kepada
rumahnya, perusahaan di ujung jalan itu hanya setia kepada emas kita. Tidak
peduli apakah tanah, air, dan orang-orang kita jadi rusak karenanya, yang
penting semua emas punya mereka. Mereka jadi kaya, kita ditinggal miskin. Miskin
di tanah sendiri!” Hlm. 108
papua. Dikisahkan oleh sebuah keluarga kecil yang di dalamnya berisi tiga
perempuan dengan rentan usia yang cukup jauh, Mabel sang nenek yang cukup
terkenal. Mabel adalah perempuan yang kuat dan berani memberontak terhadap
ketidakadilan, senang belajar banyak hal. Waktu muda Mabel pernah diangkat anak
oleh orang Belanda, dari sanalah Mabel belajar banyak hal tentang pendidikan,
kehidupan dan pentingnya menjadi orang yang berilmu. Mace seorang Ibu yang mengharapkan masa depan
baik bagi anaknya. Leksi, sang anak yang lebih senang bermain dengan dua hewan
peliharaannya Pum, seekor anjing tua dan Kwee, seekor babi dibandingkan pergi
sekolah yang jaraknya berkilometer.
Kwee. Dibawakan dengan alur maju mundur. Pum dan Kwee, banyak bercerita tentang
masa lalu Mabel dan Mace. Kedua wanita yang ternyata memiliki masa lalu kelam
karena seorang lelaki. Sedangkan Leksi, banyak bercerita tentang pemikirannya
terhadap penting tidaknya bersekolah. memiliki teman dekat Yosi Yang tak bisa
bersekolah karena harus mengurusi adik-adiknya dan memiliki ayah yang hobi
mabuk yang tak jarang berujung dengan menyiksa ibunya.
“takdir adalah peta buta kehidupan yang kautentukan
sendiri arah dan beloknya berdasarkan tujuan hidupmu. Takdir akan berakhir
buruk jika kau tidak berhati-hati menjaga langkah.” Hlm. 136
menghargai seorang perempuan, kritik terhadap pemerintahan. Terutama saat
menjelang pemilu, para kandidat yang hanya mampu bermanis ria dengan
janji-janjinya. Perang antar suku yang selalu menyisakan korban. Kritik
terhadap para pengusaha asing yang mengeruk kekayaan alam Papua, sedangkan
warga asli tetap hidup menderita. Pun, kritik terhadap para lelaki terutama
kepala keluarga yang doyan mabuk-mabukan yang pada akhirnya akan berujung
dengen KDRT. Itulah sebabnya Mabel selalu memberi petuah pada Leksi agar tumbuh
menjadi manusia yang berpendidkan. Agar dirinya tak salah langkah di masa depan
kelak.
kita menjadi lemah akan mudah tertindas. Dan, jadilah manusia yang cerdas yang
tidak akan mudah ditipu.
renungan bagi kita.
“ Kalau ada orang yang datang kepadamu dan bilang dia
akan membuatmu jadi lebih kaya, banting saja pintu di depan hidungnya. Tapi
kalau orang itu bilang dia akan membuatmu lebih pintar dan maju, suruh dia
masuk. Kita boleh menolak uang karena bisa saja ada setan yang bersembunyi di
situ. Namun, hanya orang bodoh yang menolak diberi ilmu Cuma-Cuma. Ilmu itu
jauh lebih berharga daripada uang, Nak. Ingat itu.” Hlm. 26
“Kau harus terbiasa melihat sesuatu tanpa menggunakan
mata, Nak, melainkan panca indramu yang lain, seperti hidung. Jangan lupa pula
gunakan selalu hati dan pikiranmu…” hlm. 30
buat teman-teman.