[Wawancara] With Irene Dyah – Mengenal Ajeng & Love in City of Angels Lebih Dekat

Sawaddi Kha……

Pada kenal dong ya dengan Irene Dyah? Pada tahu juga dong ya, beliau baru melahirkan novel terbarunya untuk series Aroun The World With Love 3. Btw, sudah adopsi dua series sebelumnya kan, yaitu Love in Marrakech dan Love in Blue City. Yang belum punya yuk ah adopsi dulu. 


Untuk ATWWL 3 ini Mba
Aik, melahirkan “Love in City of Angels”. Menceritakan tentang Ajeng si wanita
karir yang memiliki kehidupan bebas. Untuk mengenal Ajeng dan “Love in City of
Angels” lebih dekat simak yuk wawancara dengan penulis di bawah ini :

Kenapa si Mba memilih
novel dengan judul Love in City Of Angels? Setting-nya
kan di Bangkok, kenapa gak pakai judul ‘Love in Bangkok’ misalnya? 

Sengaja sebenernya biar ‘beda’ dan memancing orang penasaran. Maunya sih setelah orang liat
nama ‘City of Angels’ terus pengin tahu itu kota mana; lalu dia comot bukunya
dan baca sinopsis yangg di sampul belakang.
Sinopsisnya juga aku bikin unik kan, nggak ada
hint / petunjuk tentang alur cerita, melainkan cuma daftar karakter dan setting tempatnya.
Gitu..
Belum tahu juga sih, efeknya jadi negatif
atau positif; tapi kan semua hal baru kita nggak akan tahu hasilnya kalau nggak
dicoba.. Hehe.
Anyway, saya memang selalu berusaha kasih
sesuatu yang beda atau unik di tiap novel.
Misal : 
– Wheels and Heels kan ada status FB di tiap
awal bab
– Complicated Thing Called Love itu kisahnya
seakan nggak nyambung di awal, kayak kumcer.. Tapi toh akhirnya jadi satu
cerita
– Love in City of Angels ..saya coba bikin
sinopsis unik, serta memasukkan foto tempat untuk membuat pembaca lebih
‘terlibat’ dalam ceritanya
– dll
Komentar : Emang bener si, dengan menggunakan judul “Love
in City of Angels” awalnya aku pikir  setting tempatnya di benua Eropa. Ternyata masih di Asia
loh.
 Dibandingkan dua seri
sebelumnya dari ATWWL, yaitu Love in Marrakech dan Love in Blue City, 
karakter tokoh utama di Love in City of Angels sangat jauh berbeda, boleh
jelasin dong Mba kenapa Memilih Ajeng dengan karakter jiwanya yang bebas? 

Sekali lagi, biar beda. (Iih itu melulu ya
jawabanku hehehe)
Saya agak “jenuh” dengan karakter yg
anak baik, santun, relijius atau bahkan nyaris sempurna yang terlalu sering
kita jumpai dalam novel-novel islami atau semi-islami.
Padahal kan belum semua pembaca kita seperti
itu. Dan saya nggak pengin bikin pembaca jadi ‘minder’ terhadap karakter yang
serba sempurna ini.
Justru dengan menggunakan karakter yang urban
seperti Ajeng, saya ingin pembaca merasa dekat dengan karakternya. Merasa ‘duh,
ini kok kayak gue ya…’
Dan bila akhirnya nanti terdapat perubahan
pandangan hidup / sikap sang karakter, semoga itu dapat menginspirasi pembaca.
“Kalau yang sebinal Ajeng saja bisa, kenapa gue enggak..?”
Gitu…
Komentar : Buat cewek-cewek alim kaya aku *Plakkk….* bisa
buat ajang pembelajaran juga ya Mba Aik, bahwa wanita seperti Ajeng yang nakal
jangan dipandang sebelah mata. Yazan aja, biasa-biasa saja tuh dekat dengan
Ajeng.
Nama-nama karakter para tokoh juga unik
seperti Apple, Jubjub, dan Earth. Kira-kira terinspirasi dari mana mba? Apakah
ada arti khusus dibalik nama mereka? 
Saya tinggal 4 tahun di Bangkok.
Jadi untuk tokoh orang Thailand, saya
menggunakan nama-nama yang memang saya temui selama di sana. 
Dalam novel juga disebutkan, orang Thai selalu
punya nick name unik dan mudah diingat untuk menggantikan nama panjang mereka
(yang biasanya lumayan sulit dihafalkan lidah orang Indonesia). 
Earth itu nama teman sekolah Rui dulu di
Bangkok. 
Jubjub nama sahabat suami di kantor. 
Nama Apple tidak ada dalam list kenalan saya,
tapi ada Peach itu adalah nama petugas management
apartement
saya (yg sekeluarga namanya buah-buahan, seperti yg saya tulis
dalam novel)
Selain itu banyak juga yang seru-seru. Kayak
temen anak-anak, ada yg namanya Kungfu; karena orangtuanya pengin kasih nick name nama cabang olah raga untuk
anak-anaknya.. 😀
Memang benar nama orang Thai itu susah
diucapkan, karyawan kantor yang di Thai juga namanya tuh susah banget. Dari “Love
in City of Angels” aku suka nama “Jubjub”, soalnya unik.
Kehidupan Ajeng kan sangat bebas Mba, apalagi
soal hubungan dengan makhluk bernama lelaki. Tidak terlalu vulgar tapi tetep
bikin jantung dag, dig, dug, ada kesulitan gak si Mba saat menuangkannya
kedalam tulisan?
Ini pertanyaan menarik niiih..
Sebetulnya ngapain sih saya kurang kerjaan
banget pakai adegan nakal seperti itu?
Sekali lagi karena pengin beda. Hehe. Saya
tipikal orang yg nggak pengin selalu main aman.
Tapi yaah, Memang nggak gampang bikin batas
antara NAKAL dan VULGAR ya.
Kisah Ajeng ini nakal, tapi insya Allah belum
masuk kategori vulgar 😀
Kalau ada yg terlalu jauh, pasti udah
disemprit sama Mbak Editor hehehe…
Dan ini adalah tantangan tersendiri.
Barangkali akan lebih gampang (dan bikin
bukunya lebih laku?) kalau saya tulis apa adanya sekalian tanpa filter ya hahahaha.
Cuma, terlepas dari adanya “pagar”
bahwa serial ini adalah novel semi islami; saya selalu ingin menjaga agar
novel-novel saya TIDAK memberikan
dampak yang tak dikehendaki terhadap pembaca.
Saya tidak bisa mengontrol siapa yang akan baca
buku saya. 
Seandainya saya tuliskan secara lugas apa
adanya, bagaimana saya akan bertanggung jawab nanti kalau ada anak di bawah
umur membaca adegan tersebut?
Editor saya di GPU juga sangat membantu
mengontrol dalam hal ini. Apabila memang ada adegan/konflik yang  kurang
pantas untuk pembaca “segala umur” pasti GPU akan menyematkan status
NOVEL DEWASA di sampul novel, seperti novel saya yang pertama.
Tentang ada kesulitan atau tidak,
alhamdulillah tidak ada. Karena adegan tersebut sebetulnya sudah
“matang” dalam benak saya sejak DUA CINTA NEGERI SAKURA ditulis
(terbit 2014). Sudah ada potongan adegan Ajeng-Earth dalam novel tersebut.
Nah, reader gimana nih? Makin penasaran dong
ya dengan novel Love in City of Angels. Jujur nih ya gak akan kecewa dengan
novel Araound The World With Love Series satu ini. Karena pembaca akan merasa
dekat dengan tokoh Ajeng. Aku juga punya bonus buat kalian.
Jeng, Jeng, ini dia :

Bagi yang tongkrongin TL twitter aku @RiienJ dan
@RizkyMirgawati, pasti tahu dong kalau Mba Aik habis bocorin trik dan tips
tentang tokoh novelnya yang berkarakter-konsisten-nyata. Mau tahu kan? Cek di
bawah ya.

Membuat image-board tentang karakter tokoh, dari
sifat, barang yang dipakai dan lainnya agar mudah merealisasikannya ke dalam
tulisan. Seperti tokoh Ajeng dan Yazan.


Dari board di atas Mba Aik bisa inget terus nih style
pakaian Ajeng, juga karkater dari Yazan. Sehingga dengan image-board di atas dapat
menjadi pegangan dan koridor bagi penulis, agar tetap konsisten dari Bab 1
hingga ending.

Kurang lebih seperti itulah tips penulis menciptakan
karakter yang kuat. Bermanfaat banget dong ya sharing ilmunya. Mudah-mudahan tips di atas bikin saya dapat menciptakan
novel, kelak. *amin*

Makin penasaran dengan Ajeng dan “Love in City of
Angels” dong….. mari adopsi. 

Tinggalkan komentar